Rabu, 27 Juni 2012

PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA KASUS EKLAMPSIA DAN RUJUKANNYA


Penangganan kegawatdaruratan eklamsi dan rujukannya

Pengertian
Eklamsi dalam bahasa Yunani berarti ”halilintar”, karena kejang-kejang timbul tiba-tiba seperti petir.
Pada ibu penderita pre-eklamsia berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh koma. Menurut saat timbulnya dibagi dalam (1) elamsi gravidarum (50%); (2) eklamsi parturien (40%) eklamsi puerperium (10%).
Angka kejadian eklamsi bervariasi di berbagai negara. Makin maju suatu negara, tambah tinggi kesaran masyarakatnya terhadap pentingnya arti antenatal care, tambah rendah angka kejadian eklamsinya.
Frekuensi di negara-negara maju                   0,05 – 0,1%
Frekuensi di negara-negara berkembang       0,3 – 0,7%
Malaysia (1953-1965) – kasus di rumah sakit:
Frekuensi di rumah sakit        1:320
Frekuensi seluruhnya             1:700

Gejala-Gejala Eklamsi  
Biasanya didahului oleh gejala dan tanda per-ekelamsi berat. serangan eklamsi dibagi dalam 4 tingkat:
1)     Stadium invasi (awal atau aurora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala dipalingkan ke kanan atau ke kiri.
Stadium ini berlangsung kira-kira 30 detik.
2)     Stadium kejang tonik.
Seluruh otot badan jadi baku, wajah kaku, tangan mengenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernfasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit.
3)     Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam waktu yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
4)     Stadium Koma                                             
Lamanya ketidaksadaran (koma) ini berlangsung selama beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya ibu tetap dalam keadaan koma.
selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40oC.
 Faktor Predisposisi Terjadinya Preeklampsia dan Eklampsia
Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik, mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia.

Gambaran Klinis Eklampsia
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan pre eklampsia. Eklampsia digolongkan menjadi kasus antepartum, intrapartum atau postpartum tergantung saat kejadiannya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau sesudah persalinan. Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat kemudian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh, fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang akan terbuka dan tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otot – otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi dan relaksasi secara bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini kadang – kadang begitu hebatnya sehingga dapat mengakibatkan penderita terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga. Lidah penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot – otot rahang. Fase ini dapat berlangsung sampai 1 menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi semakin lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita tidak bergerak.
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan berhenti. Selama beberapa detik penderita sepertinya meninggal karena henti nafas, namun kemudian penderita bernafas panjang, dalam dan selanjutnya pernafasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang – kejang berikutnya yang bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus.
Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa saat. Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun pada kasus – kasus yang berat, keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.
Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat mencapai 50 kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat dapat ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf pusat.
Komplikasi
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang – kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai 2 minggu setelah persalinan. Apabila keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit vaskuler kronis.     
Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi karena pneumonia    aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan yang berlebihan.
Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan atau beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv. Apabila perdarahan otak tersebut tidak fatal  maka penderita dapat mengalami hemiplegia. Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat hipertensi kronis. Pada  kasus yang jarang perdarahan otak dapat disebabkan pecahnya aneurisma Berry atau arterio venous malformation.
Pada kira – kira10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.
Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang luas. Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans tentorial.
Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita berubah menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2 minggu namun prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan tidak terdapat kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat – obat antipsikosis dengan dosis yang tepat dan diturunkan secara bertahap terbukti efektif dalam mengatasi masalah ini.
Diagnosis Diferensial
Secara umum seorang wanita hamil aterm yang mengalami kejang selalu didiagnosis sebagai eklampsia. Hal ini karena diagnosis diferensial keadaan ini seperti, epilepsi, ensefalitis, meningitis, tumor otak serta pecahnya aneurisma otak memberikan gambaran serupa dengan eklampsia. Prinsip : setiap wanita hamil yang mengalami kejang harus didiagnosis sebagai eklampsia sampai terbukti bukan
Prognosis
Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10 % - 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil.
PENANGANAN KASUS EKLAMPSI DI KOMUNITAS
            Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di BPS maupuni Puskesmas , secaraprinsip pasien dengan PEB dan eklampsia harus dirujuk ke tempatpelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan yangperlu dilakukan dalam merujuk pasien PEB atau eklampsia adalah sebagaiberikut :

§  Pada pasien PEB/Eklampsia sebelum berangkat, pasang infus RD 5,berikan SM 20 % 4 g iv pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejangulangan berikan SM 20 % 2 g iv pelan-pelan. Bila tidak tersediaberikan injeksi diazepam 10 mg iv secara pelan-pelan selama 2 menit,bila timbul kejang ulangan ulangi dosis yang sama
§  Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initialdose di atas dengan cara : injeksi SM 40 % masing-masing 5 g im
§  Pasang Oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.
§   Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-obat yangsudah diberikan.
§   Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.
§  Menyiapkan obat-obatan : injeksi SM 20 %, injeksi diazepam, cairaninfuse, dan tabung oksigen.
§  .Antasid untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadakkejang dapat mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar